Terima Kasih telah berkunjung di official Blog GOBYOS Masternya Rengginang dan Keripik Gobyos.

Senin, 05 Maret 2012

Tahukah Anda Bahaya Blackberry?

13299691231392766090Kehadiran Blackberry semakin hari semakin menjadikan gadget ini menjadi sebuah kebutuhan bagi kita. Dan di sini saya ingin menyampaikan bahaya Blackberry ke depan dalam kehidupan kita. Bukan dari sisi kesehatan atau teknologi atau efek negatif lainnya, namun dari sisi persaingan usaha yang turut menyertai kehadiran Blackberry (BB).
Saya memakai BB sejak setahun yang lalu. Cukup terlambat dibandingkan banyak rekan yang sudah memakai lebih dulu. Dan terus terang saja bahwa ketika saya mulai memakai (baca: membeli) BB, saya merasa terpaksa. Ada sebuah kondisi di mana saya sebagai seorang wiraswasta, merasa “harus” mempunyai BB karena banyak sekali rekan kerja dan sahabat yang seringkali bertanya, “Ada pin BB?”
Dari sisi teknologi sebuah gadget, bagi saya BB bukanlah yang paling istimewa. Merek lain bahkan bisa dikatakan ada yang lebih canggih. Namun seperti yang kita tahu, kehadiran BB dengan Blackberry Messenger (BBM)-nya membuat merek lain tak bisa bergabung dengan komunitas BB. Padahal dengan metode pemasarannya yang begitu gencar, kehadiran BB membentuk sebuah kelas tersendiri bagi para pemilik BB.
Kondisi trend BB dengan BBM-nya ini bagi saya membahayakan. Semakin hari, orang akan semakin dituntut untuk punya BB karena dengan tidak punya BB, kita akan merasa terasingkan. Bukan hanya pebisnis, anak muda bahkan pelajar pun semakin hari semakin banyak yang sudah punya BB dan semakin hari akan semakin mendorong yang lain untuk ikut membeli BB.
Di atas sudah saya sebutkan bahwa banyak sekali rekan kerja dan sahabat yang tanya tentang pin BB. Dan pertanyaan yang lebih menyakitkan adalah ketika bentuk kalimatnya; “Belum punya BB ya?” Pertanyaan ini seakan-akan berarti bahwa kita “belum” punya BB entah karena belum mampu beli atau belum sadar sehingga yakin suatu saat pasti juga akan punya BB. Kondisi “belum punya BB” ini secara tidak langsung semacam merendahkan orang yang tidak punya BB.
Setahun yang lalu saya benar-benar merasa terpaksa saat membeli BB. Saat itu saya sudah kuatir dengan trend yang semakin hari semakin memaksa orang untuk mempunyai BB. Dan sekarang ini, kekuatiran saya sudah mulai mencapai ke istri saya. Istri saya, yang juga punya usaha sendiri di rumah, saat ini sudah berkesimpulan; “Aku harus punya BB.” Bagi saya ini gawat karena pada dasarnya kami berdua mempunyai selera yang sama akan sebuah merek gadget namun pada akhirnya kami “dipaksa” untuk membeli BB!
Secara teknologi sebuah gadget, terus terang saya tidak begitu suka dengan BB. Saya (dan juga istri) mempunyai merek favorit yang lain. Hal ini bisa dilihat bahwa saya tetap memakai gadget merek lain untuk nomor utama seluler saya. BB saya hanya saya isi nomor kedua karena pada awalnya hanya saya fungsikan sebagai alat chatting. Meski pada akhirnya saya juga (lagi-lagi) terpaksa memakai BB untuk kebutuhan browsing dan email untuk tujuan efektivitas biaya.
Sebenarnya kita punya banyak pilihan untuk bisa chatting. Ada Yahoo! Messenger (YM), Gtalk, Facebook, WhatsApp Messenger atau banyak pilihan yang lain. Tapi yang jadi masalah kenapa secara trend, pilihan-pilihan ini semacam terabaikan. Padahal dengan menggunakan aplikasi YM atau Gtalk, kita bisa mempunyai banyak pilihan merek gadget. Namun nyatanya dalam keseharian kita, tidak ada yang menanyakan apakah kita punya id YM atau Gtalk.
Jika trend ini terus ditanamkan oleh pihak marketing BB dan juga para penggunanya yang secara tidak sadar “memaksa” orang lain untuk punya BB, maka bukan tidak mungkin suatu saat, pemilik BB di negara ini akan mencapai jumlah pemakai gadget secara keseluruhan. Sekarang saja negara kita sudah termasuk dalam pengguna BB tertinggi. Ke depan angka ini akan terus berkembang pesat. Saya yakin. Dan kondisi ini juga yang membuat kita kecewa ketika pihak RIM (produsen BB) tidak mau investasi buka pabrik di Indonesia.
Saya tidak tahu apakah ada pihak atau instansi yang bisa mencegah trend yang bagi saya kurang adil ini. Kurang adil bagi merek lain dan juga bagi masyarakat pengguna gadget sebagai alat komunikasi. Bagi saya yang awam, mungkin akan sangat melegakan jika suatu saat BBM menjadi sebuah aplikasi terbuka yang bisa ditanamkan di gadget merek lain. Tapi tentu ini tidak mudah bagi BB untuk merelakan ladang bisnisnya dibagikan ke merek lain.
Yang paling mungkin bagi kita hanyalah tidak ikut “memaksa” orang lain untuk ikut-ikutan punya BB. Salah satu usaha pribadi saya untuk mencegah ini, saya pantang bertanya pada orang lain tentang BB. Saya pantang bertanya apakah mereka punya BB atau pertanyaan sejenis. Bagi saya pertanyaan ini membuat orang lain yang tidak punya BB merasa bahwa mereka perlu punya BB.
Hal lain yang saya lakukan adalah dengan tidak pernah mencantumkan pin BB saya pada kartu nama saya. Sebuah usaha yang kecil, namun bagi saya harus dilakukan.

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...